Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Sepanjang Tol Purbaleunyi

Bandung, 04 Juli 2017 Tuan, ada yang berbeda di sepanjang Tol Purbaleunyi ini hijaunya bebukitan memanjakan mata saat menatap lekat.. Hembusan angin dicuaca yang mulai mendingin Kini berselimut menyetubuhiku.. Kutemukan harap diantara panjangnya jejeran mobil elit Hembus nafas yang semakin lekat menandakan segera ingin keluar Dari jeruji tuk menikmati keindahan Sang Ilahi.. Tuan, coba kau lihat di sepanjang Tol Purbaleunyi Sesekali saja tak mengapa Mungkin kau akan menemukanku disana Bersama dinginnya jiwa yang membeku Mematung Terpesona oleh moleknya dunia..

Di 78 KM Purbaleunyi

Bandung, 04 Juli 2017 Kesalku bertambah saja Saat setiap pandang yang kutemui Bukanlah matamu Rinduku semakin berat Hingga saatnya aku membuangmu dan rinduku di 78 Km Purbaleunyi Menyisatkan memori Pada jalanan terik yang tak kunjung berhenti.. Sudahlah, Sudahi rindu ini sayang Jangan kau kemari.. Kembali menghampiri diri yang dibaluti sepi..

Antara Bogor dan Madura

Bandung, 04 Juli 2017 Aku bercerita pada goresan senja Madura bahwa senjaku tak kalah indah dengan kepunyaannya.. Menengadahkan wajah Seperti tak ingin tersaingi keindahannya.. Kusangka, Aku terpesona Padamu.. Pembawa keindahan senja Antara Bogor dan Madura

Kencan Berdua

Bandung, 06 Juli 2017 Nyatanya kita tidak hanya kencan berdua Seperti yang kau sebut malam tadi Nyatanya kita tidak hanya kencan berdua Untuk menikmati suasana malam Dan keramaian kota Nyatanya kita tidak hanya kencan berdua Karna ada aku, kamu, dan dia

Bumi Pasundan

Bandung, 06 Juli 2017 Pun tertegun Saat serakan ingatan di batas cakrawala Pada romantisme sejarah Kota Kembang yang menuansa Laksana pingitan gadis cantik yang menjernihkan mata.. Priangan, Parahyangan, Pasundan, Bandung, Kota Kembang Sudah, entah apalagi penamaannya Kutilik, semuanya terdengar seksi dan manis Seperti laiknya mojang Pasundan Yang identik dengan mulusnya kulit Dan rekahan senyuman bak kembang di taman O! Aku tercengang akan indahmu Pada setiap jajaran gedung putih yang kutemui Dan lampu merahmu Membuatku tersipu akan pesona ronamu Ini hanyalah bagiku ataupun juga kamu? Mari bertemu kembali Walau hanya sekedar menepis rindu sesekali Untuk menikmati kota Dipenghujung tua nanti

Di Alun-Alun Bandung Malam Itu

Bandung, 06 Juli 2017 Di Alun-alun Bandung malam itu, Kita bersua seperti sedia kala Melayangkan senyuman yang sejak lama tak jumpa Di Alun-alun Bandung malam itu, Seakan semua berdusta Langit berdusta pada bumi Bahwa ia mengingkari adanya rindu yang membaluti hati Begitu juga air yang berdusta pada api Bahwa tak ada lagi rasa ingin melukai Di Alun-alun Bandung malam itu, Aku menemukan seteguk rindu yang dulu melukai

Persimpangan Dago

Bandung, 06 Juli 2017 Ada yang berbeda di Persimpangan Dago kemarin Kuusung tawa hingga tercipta air mata bahagia Sambutan halusmu Dwi Yang membuatku dimabuk kepayang Uluran tangan yang sejak kemarin menggandengku damai Kususuri setiap belokan sudut kota yang kau sukai ini Menimba-nimba dengan banyak perbedaan yang kuamati Dengan kota persinggahanku Yang menciptakan jarak hingga kita terlampau sulit berjumpa lagi Di Persimpangan Dago itu Dwi, Ada ungkapan cinta Yang sengaja kutoreh pada setiap persimpangannya Agar kau dapat mengingat Bahwa akulah yang pernah ada Di Persimpangan Dago kemarin bersamamu

Jajaran Gedung Putih

Bandung, 06 Juli 2017 Kala itu, aku bertanya padamu Apakah kota ini banyak berjajaran gedung putih sayang? Jawabmu tidak Bahkan kau menyebut lebih bertebaran warna biru yang melangit Disetiap hiasan kota Kutelaah dengan seksama Pandanganku tertuju pada indahnya jajaran gedung putih itu Ada nuansa berbeda yang tercipta Sayang, itu jajaran gedung putih yang kumaksud Disepanjang jalan Asia Afrika Saat kita duduk berdua

Retak

Citeureup, 22 Juni 2017 Bercumbu dengan pilu Yang menjelma sendu Diantara retakan bayang-bayang kelabu Terjerunuk caci Hingga hati yang kemudian mati

Dari Etalase Kamar

Citeureup, 20 Juni 2017 I Terdengar gemuruh mercon yang kian menggelegar Diiringi teriakan riang si kecil Diantara gelapnya malam Menari riang bersama sang bintang II Dari etalase kamar Aku mengintip dengan sedikit senyuman Memalingkan pandanganku dari titik hitam sampai tertuju Pada gemericik api yang riang III Gemuruh mercon menghiburku Walau hanya terdengar Dari balik etalase kamarku

Sajak Untuk Pelakon

Citeureup, 20 Juni 2017 Menjelma siapa di atas panggung? Tubuh hilang Terasing Muka lusuh Hati tak terenyuh Ini bukan soal bagaimana aku Tetapi kali ini siapa aku?

Sepenggal Rindu Yang Tertinggal

Citeureup, 20 Juni 2017 I Berbisik pada langit Mengulum senyum berbinar pesona jiwa Mengabarkan padanya ada yang tertinggal Di penghujung kota istimewa II "Titipku padamu", katanya sambil menepak bahu Hanya saja sepotong kata itu yang terpenggal Terucap kaku dari bibir merah Yang sering kulihat III Mengulik dengan sadar Pada bisikan-bisikan yang langit katakan Terlukis indah Namun sendu yang kutemukan IV Ternyata, Ada sepenggal rindu yang tertinggal Diantara barisan-barisan cerita yang berjajar Diantara bait-bait sajak yang tercipta Dan harus kau tahu Sepenggal rindu  itupun Tertinggal diantara dialog sandiwara yang tak berujung..

Pembual Berkedok Malaikat

Si kurus dari penghujung Madura, berlagak angkuh saat menyuarakkan suaranya, menenteng tangan,  menengadahkan muka dengan kepala besar. Ia duduk di ujung bangku diantara remang merah lampu Gelanggang di tempat yang ia jadikan singgasana. Badan meringkuk, dengan busana tipis yang kusut tak beraturan. Aku katakan ia seorang pembual berkedok malaikat, yang mengaku mengenali Abu Sayyaf yang ia ceritakan sebagai teroris dari pulau Luzon, Philiphina. Dan ia katakan pula, ialah sosok yang lahir dari rahim kelompok PKI yang dapat membunuh siapa saja yang tak ia sukai. Pembual berkedok malaikat itu merangkak perlahan, menyetubuhi daging-daging penghangat yang ia temukan dengan pikiran-pikiran kacau, celotehan rata tak biasa. Aku tertipu oleh si Pembual berkedok malaikat, kedok badut yang ia pampangkan menutupi setiap cerutan kotor yang membalutinya. "Aku ini seorang anak yang lahir dari keluarga PKI", katanya sambil berbisik. Aku sebagai gadis kecil polos yang dengan mudah menang...

Cerita Di Stasiun Lempuyangan

Selamat sore, Hun. Selembar tiket kereta ekonomi kugenggam erat Menyeret koper merah dengan kepongahan Ini kali pertama aku menginjakkan kaki Di simpangan jalan Stasiun Lempuyangan. Aku nyaris terperangah, Hun. Bentuk panjang dengan beberapa gerbong bukan saja kulihat kali ini Hal ini biasa, namun ada yang membuatnya istimewa. Ini kali pertama kepulanganku, Bercelinguk sana sini Diserang gundah tak berujung Tapi, Hun. Pulangku bukan untukmu Namun untuk kekasihku yang baru.

Cerita Misterius IV

Yogyakarta, 03 April 2017. Kali ini kubertanya pada diri Apakah kita benar mengenal satu sama lain? Ataukah pertemuan ini hanya sandiwara layak pelakon di atas panggung teater. Tak ubahnya Aku bersiul dengan nada rendah Memalingkan ingatan pada masa silam Menerka-nerka sosok yang tengah terjabarkan Lewat ini, Lewat puisi-puisiku ini Hingga akhirnya kubetul-betul mengenal Dari pertemuan singkat di gubuk kecil antara gedung yang ada

Cerita Misterius III

Yogyakarta, 03 April 2017. Kau menghampiriku begitu saja Entah sengaja atau tidak, Itulah kali pertama kita bersuara. Bersuar tentang dongeng-dongeng dusta. Meniti senyuman kala hati menderita Wajahmu tak elok rupa Dia tak berseri layaknya pangeran cilik yang kudamba. Namun, ada hal lain yang kukorek darimu Muka badutmu membuatku keliru Membedakan tawa dan rintihan pilu

Cerita Misterius II

Yogyakarta, 03 April 2017. Kusebut nama tanpa rasa malu Memulai bercerita di atas karpet merah Yang terulur kaku Perjalanan Papringan-Gubuk kecil itu dibaluti semangat baru, Sampai akhirnya aku mati Terbunuh pilu. Goncang hati mentahtai diri. Tarik ulur menjadi tematik yang sering diperbincangkan. Ini pilihan,  Namun pilihanku kali ini terbentur kewajiban.

Cerita Misterius I

Yogyakarta, 03 April 2017. Hallo, Sapaku dengan berjuta uluman senyum Diri dengan sigap memperkenalkan Rangkaian cerita walau itu terkadang dusta. Hallo, Balasmu dengan tatap misterius Tak ada jabat tangan Tak pula senyum hangat yang membius Ini kali pertama kita bertemu Di tempat menyempil antara satu dua gedung yang ada.

Ingat

Yogyakarta, 28 Maret. Berbekas dalam ingatan Hantaman keras pada hati, Melalui tutur kata lembut namun menyakiti, Ingat, Aku mengingat baik. Raut wajah elok di ujung pelepah, Kan kuhafalkan dengan hati-hati. Sesosok manusia yang menaruh bekas berbau duri.

Salam Kenal

Yogyakarta,  27 Maret 2017. Hai, Salam kenal. Senyuman kulontar dengan seksama Ciptakan hangat dalam dingin dan malam gulita. Ini kali pertama perkenalan kita, Hai, Salam kenal. Aku si kecil yang ingin lebih mengenalmu Menelaah setiap tawa, resah, kelu dan candamu. Yang kusampaikan lewat rasa, Dengan bunyi yang damai sentosa. Hai, Salam kenal. Ini kali pertama kita bertatap muka, Bercerita dari hal yang membingungkan Mana ada awal dan ujungnya. Hai, Salam kenal, Kau boleh bercerita, Apa saja sesukamu. Pada ruang kekosongan yang aku punya. Menanamkan cinta pada ladang yang kutanam. Hai, Salam kenal. Akan aku sampaikan, Lewat secarik kertas putih dihiasi tinta bolpoin merah, Mendeskripsikan siapa aku, Ya, aku. Sang perindu.

Abstrak

Yogyakarta,  27 Maret 2017. Aku terlihat abstrak Bertingkah polah sesuka hati Mencari kedamaian dalam sunyi Lalu mengurung diri tanpa harus melihat eloknya hari. Aku terlihat abstrak Dimatamu para lelaki Dimatamu para permaisuri, Asing, Bahkan akupun tak mengenal diri sendiri. Aku terlihat abstrak Mbak, Mas, Bu, Pak, Kak. Bukanku angkuh, Bukan pula membatasi jarak di antara kita. Bukanku acuh, Bukan pula bermunafik ria di atas derita. Tidak, Hanya saja kau belum mengenalku. Ya, aku. Ya lebih sering hidup dalam kesunyian kelabu.

Sajak Rindu

Yogyakarta,  27 Maret 2017. Kali ini kuciptakan rindu sayang Pada malam yang terus bergulir tanpa ada sisa Pada hujan yang menciptakan gemercik riang. Kali ini kuciptakan rindu sayang, Pada balutan dekap hangat yang tak terjangkau Pada semilir angin yang memekik kekosongan. Kali ini kuciptakan rindu sayang. Pada hati yang kini berlabuh di pelabuhan rindu.

Satu Hari Bersamamu

Yogyakarta,  27 Maret 2017. Ocehan yang tertata dari setiap mulut manusia Menebarkan asa pada karakter yang berbeda, Ya,  ini satu hari bersamamu. Berusaha mengenal dekat dalam bebuih rindu. Tatapan itu bukan penuh kekosongan Ada hal yang tercipta di antara remang lampu merah Ulah kata yang bersenandung spontanitas di atas irama. Hebat,  kau bersandiwara dalam kubangan di antara keramaian. Ini satu hari bersamamu, Mencipta tawa dalam alunan tak bernyawa.

Sajak Pagi

Yogyakarta, 26 Maret 2017 Gemuruh hujan sejak malam menelusuk telingaku, Kadang kala ia terdengar indah karna rintiknya Namun, terkadang ia pun membuatku pilu karna ingatannya. Pagi ini sendu, Entah apa yang membuatnya begitu kelabu. Tak kutemukan mentari tersenyum, Tak lagi kutemukan burung berkicau riang. Yang ada hanya gemericik air saat kutulis sajak pagi.

Obituari Patmi

Yogyakarta, 24 Maret 2017. /1/ Kali ini kutemukan Kertas putih berbalut darah Goresan pena menjadi sayatan dada Suara tawa Menjadi sorak tangis jeritan nestapa /2/ Kendeng menangis Bu, Pak! Tanah-tanah hijau Akan dijadikan gedung polusi Mencercah beraikan padi Merenggut asri yang abadi. /3/ Kendeng menangis Bu, Pak! Sungguh ironis Ketika srikandi itu Hendak melepaskan ruh Pun jiwa terbebas Jasad kebas Raga lemas /4/ Namun cacian tangismu bersatu Gerimis mengiris Tersedu mengadu Pilu.. /5/ Menelisik jalan mati Dimana pencabut nyawa sembunyi Sasar logika dalam tipu maya fana Dalam rimba balantara hitam Hingga 21 maret menjadi saksi Atas hari dimana srikandi itu mati. /6/ Aku malu, Kala mendengar celotehan Yang menggembar-gemborkan itikad Pun tindakan Untuk ikut menjadi resolusi sejati Dari krisis perubahan iklim Dan hilangnya keragaman hayati. /7/ Palsu! Lihat, Darah mengucur berserak Gemeretak tulang-tulang retak Burung-burung nazar tertawa...

Kali Ini Rindu Bertahta

Yogyakarta, 23 Maret 2017. Kali ini rindu bertahta, Mengaung menjelma pada dada. Benar.. Salah.. Menjadi persoalan biasa, Namun kali ini, rindu itu seakan meneror Kenelangsaan hati yang tak bertaut, Menembak resah yang berkecimpung, Dan membombardir diri hingga mati Tanpa rasa rindu yang dimiliki.

Serba Benar

Untukmu, Zulfa khuriyatul Farah. Yogyakarta, 23 Maret 2017. Sebab asumsi salah itu Kini telah aku balikkan menjadi benar. Hidup berkelok yang dianggap salah pun Itu benar. Mentari yang menghilang dari kerumunan awan biru pun Tak pernah dipermasalahkan. Lalu, hujan yang mengguyur secara tiba-tiba pun tak pernah diperkucilkan. Bahkan, angin yang menerobos terjang kencang Selalu disebut sepoian indah nan damai. Kali ini bukan salah yang merajai Namun benar yang membaluti. ~Barangkali ini bukan serba salah, tetapi serba benar.

Berbicara Pada Angin

Yogyakarta, 22 Maret 2017. Berbicara pada angin Layaknya pembiasan cahaya melalui kepadatan yang berbeda. Berbicara pada angin Layak sebuah hukuman dari alam yang mengadili. Sunyi, Dan tak pernah berarti.

ESKA Bukan Sekedar Lembaga Teater

Teater adalah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media yaitu percakapan, gerak, dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, music, nyanyian, tari, dan sebagainya. Teater Eska adalah teater yang ada di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Teater Eska tidak secara instan berdiri namun teater ini berdiri atas adanya berbagai kegiatan oleh seniman atau kelompok seniman yang melakukan pementasan seni (musik, sastra maaupun teater)  pada tahun 1970-an. Para seniman yang melakukan pementasan di IAIN saat itu adalah Umbu Ladu Paranggi, Rendra, Badjuri Abdullah Yusro, juga para seniman dari IAIN  itu sendiri seperti Masbuchin, Su’bah Asa, Faisal Ismail, Daelan M. Danuri, dan lain-lain. Selain itu, berdirinya Eska didorong pula dengan adanya kegiatan seni dan sastra yang sering dilakukan oleh pihak IAIN seperti orkes gambus Al-Jami’ah dan lahirnya majalah ARENA sebagai media sastra representatif dan juga ...

Identitas Mahasiswa

Oleh: Anna Zakiah Derajat Yogyakarta, 13 Maret 2017. Mahasiswa adalah orang yang belajar di suatu Universitas, Institute, ataupun Akademi. Sedangkan menurut KBBI mahasiswa adalah seseorang yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Beberapa ahli mendeskripsikan makna dari mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa menurut Knopfemacher [dalam Suwono,[ 1978]  adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam  keterlibatannya dengan perguruan tinggi, dididik dan diharapkan menjadi calon- calon  intelektual. Sedangkan mahasiswa menurut Sarwono [1978] adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat. Dari beberapa pengertian di atas dap...

Reposisi Gerakan Pemuda

Melihat dari uraian sejarah perjuangan para pemuda pada masa penjajahan, seharusnya kaum muda pada saat ini menjadi penerus pelopor terdahulu. Untuk mengaktualisasikan kemerdekaan menjadi pilar kemajuan bangsa.Jangan lupa tggl 25 penyetoran terakhir untuk rencana pembuatan buku yg pelatihan di PI Bagi bangsa Indonesia itu sendiri, peran pemuda menjadi wujud kekuatan potensial yang selalu menjadi coretan sejarah dalam perjuangannya dalam berbagai gerakan, baik itu di bidang politik, kebudayaan, agama, bahkan dalam lingkup globalisasi yang semakin tak terelakkan kini. Romantika sejarah mencatat, peran pemuda sebagai “pemberontak” yang terjadi secara turun-temurun itu dipelopori oleh gerakan pemuda, seperti Budi Oetomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), Proklamasi Kemerdekaan 1945, generasi 1966 sampai gerakan 1998, yang dikenal dengan nama reformasi. Namun, kali ini gerakan pemuda yang karap hanyut tertimbun peradaban banyak sekali ditemui. Bahkan, peran pemuda sebaga...

Doa Indah Untuk Sapardi

Yogyakarta, 20 Maret 2017. Kudengar hari ini, Ada jeritan tangis masa silam. Catatan masa kecil, Masih tertata rapi dalam sebait puisi milikmu, Tuan. Kau mengeja setiap helaan Menafsirkan tanda Menyisakan helaan nafas Pada batasan bebas leluasa. Corak matamu berbinar lain, Seolah mengabarkan, Kau berpihak pada singgahan terdahulu. Menuangkan asa, Memberi kabar bahagia, Berjingkrak ramai di desa, Lalu, kau bersenandung dengan sajak yang tidak akan pernah sirna. Kali ini, doa indahku yang akan menyelimuti harimu. Mengibaskan setoreh candu pada kisah pilu, Memboyongmu pada ruang sunyi yang terkunci itu. Lalu, aku menyodorkan sebuah buku. Bertuliskan doa-doa indah untukmu, Pada hari baik bulan baik Kau terlahir di atas lautan biru.

Usaikan Saja

Yogyakarta, 20 Maret 2017. Sebab, tak ada lagi yang dapat kuungkap. Selain aksara-aksara rintihan yang mulai memaksaku membaca, Pada sepotong kertas terbawa kencang hembus nafas. Nihil! Aku hanya menyimak kisah yang diragukan kebenarannya, Usaikan saja! Hatiku bukan kertas yang dapat dirobek seenaknya, Tak jua layaknya kayu yang merapuh begitu saja. Barangkali, ada jarak di antara kita. Kala, langkah tak mampu beriringan, Dan celotehan membara Pada rembulan emas menari melambai gemulai. Usaikan saja! Rinduku tak kunjung jua menjadi milikmu. Pepatah kuno, tak samanya pergerakan langkah itu bukan hal yang mengerikan. Hingga tak mampu membedakan pernyataan dan jawaban. Usaikan saja! Jika itu hanya ungkapan belaka, Bukan sebuah rasa, Bukan sebuah cinta. Namun, hanya kata-kata yang tak bermakna.

Semesta Bunyi

Yogyakarta, 16 Maret 2017. Tik.. Tok.. Tik.. Tok.. Bergeming, aku mendengarnya menderu. Saat kupandang, Bunyi itu tak ada. Rintik itu mengabarkan Bahwa hujan telah datang. Ayam itu berkokok, Dan aku tahu pagi kini menyelimuti. Suara angin bersinyalir lembut. Membisikkan ketenangan, Kala hati meronta. Semesta bunyi itu menggiurkan, Tuan. Mengajakku melanglang buana ke penjuru dunia. Ya, dunia fantasi berbau anyir imajinasi. Aku tergoda, Tuan. Ia membelaiku dalam tenang. Menyanyikan lagu indah pengganti gundah. Bunyi itu apa Tuan? Mungkin ia sesuatu yang hidup dalam kekosongan.

Syadza

Yogyakarta, 16 Maret 2017. Kau depanku bertudung sutra senja Hitam bola matamu sinar pancaran nurani. Elok wajahmu mengibaskan cantiknya bidadari. "Hai?" Sapaku, Lalu kau lontarkan senyum itu, Gerimis mempercepat kelam, Gembira girang kala hujan datang Lalu kau berlari, Menerobos hujan Mengejar mimpi, Menerjang kelam Meluluhkan ironi diri. Syadza, Sajak ini sengaja kutulis Untuk memikat hati. Menebarkan ruang rasa pada semesta bunyi, Dan keping-keping daun yang melayang Di atas nama sunyi. Seperti juga aku, Secara diam memandangmu lesu. Menelaah setiap kejujuran yang ada Pada bola mata. Barangkali, kau akan mencintai. Syadza, Dengarlah aku, Pahamilah, Ini benar-benar sajak untukmu.

Ruang Rasa

Untukmu, Eska. Yogyakarta, 16 Maret 2017. Ini soal olah rasa, Tubuh yang digerakan Dengan lihai jemari merangkai. Bunyi bukan sekedar suara Atau apapun yang bertabuh. Ia barangkali adalah desah angin malam Yang mengawal rasa menuju semesta. Berjelajah jauh mencari dan menyusuri makna Dalam dialog dan rasa kata. Mata memandang, Menerawang setiap tingkah penah Yang terus melepas penah ke angkasa ruang. Suara bergejolak terbang berarakan. Ruang nestapa ini diisi Kala kelu menyeruak laju. Memberikan nuansa sapa yang penuh rekah rona, Bertumbuhan pendar-pendar pelangi Yang membaluri tubuh Dengan ricik keteguhan menuju bait esok. Aku bersandiwara, di atas singgasana. Menirukan berbagai karakter Dengan sadar dan penuh cinta. Berlagak tersungkur di pangkuan bulan, Menjerit lirih, Menggelegar kesakitan, Terbahak lepas, Memandang sinis Dan berlenggok gemulai seakan semua nyata. Sekumpulan huruf yang diurutkan dalam kata. Berharap menjadi deretan kalimat rapi. Hing...

Kondisi Carut-Marut Yang Meresahkan

Oleh: Anna Zakiah Derajat Kampus merupakan elemen lembaga pendidikan yang seharusnya diciptakan secara demokratis dan dijunjung tinggi dalam setiap denyut dinamika kehidupan kampus. Dengan banyaknya persoalan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, kesetaraan secara kelembagaan maupun individu menjadi prinsip demokratisasi yang sangat menekankan pentingnya partisipatif dan kesetaraan antar sesama. Independensi lembaga kemahasiswaan adalah sebagai jawaban untuk mewujudkan kedaulatan mahasiswa. Kebebasan berorganisasi dan menyampaikan pendapat adalah harga mati bagi mahasiswa untuk menciptakan keadaan kampus yang demokratis. Namun, sering kali kita melihat adanya kejanggalan dari berbagai kampus itu sendiri mengenai kebijakan-kebijakan yang sewenang-wenang terap cabut tanpa memikirkan kaum minoritas yang ada. Bukan hanya hal itu saja, fasilitas yang kurang memadai menjadi sasaran empuk aktivis mahasiswa untuk menjunjung haknya di kampus tersebut. Kemudian, berbicara masalah sar...

Apa Kabar Fakultas Hari Ini?

Oleh: Anna Zakiah Derajat Yogyakarta, 14 Maret 2017. (i) Dari mimbar ini telah dibicarakan Sorak-sorak geram atas nama ketidak adilan. Ini bukan tentang pongahan kesombongan, Tapi sepi yang kuajak berdialog di sepanjang jalan. (ii) Bungkam tak bergeming mematung, Apa peduli kata pada rasa Yang mencampakkannya pada angin? Apa peduli rasa pada keadaan Yang meninggalkannya pada kelam? Lepaskan jiwa dari belenggu diri! (iii) Deskontruksi hanyalah celotehan belaka, Namun, siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang? Suara itu tidak bisa diredam Suara tidak bisa dipenjarakan Suara itu bukan perampok. Lantas, mengapa kau kokang senjata dan gemetar Ketika suara-suara itu menuntut keadilan? (iv) Hentakan gendang yang membentuk irama. Berteriak lantang berkedok aspirasi Segala despot dan tirani tidak bisa merobohkan mimbar kami (v) Apa kabar fakultas hari ini? Aku berdiri untuk memburumu seperti kutukan, Merobohkan kebijakan yang sa...

Pagi Ini Sebagian Milik Kita

Oleh: Anna Zakiah Derajat Pagi ini sebagian milik kita, Tuan. Bagian terindah yang kujadikan pacuan, Kupasan awan putih mulai bercorak kebiruan. Kicauan burung yang menandakan hari baru telah datang. Pagi ini sebagian milik kita, Tuan. Saat langit terdiam memainkan masa silam Dan menatap sunyi para leluhur diantara bongkahan patung-patung. Dan disitulah angin berhembus Menandakan sisa hidupku masih tersisa. Pagi ini sebagian milik kita, Tuan. Saat dimana lumut-lumut yang tertahankan Silinder-silinder kertas yang berserakan Pagi itulah awal metafora realitas kehidupan. 

Sajak untuk Penguasa

Yogyakarta, 07 Maret 2017. Kusaksikan sumpah yang sengaja dieluk nyinyir oleh orang-orang dalam gedung. Gombal terkantung lepas beraroma amis telentang lapang, Luka menganga tanjak bebas menyembul Dari leher berdasi motif kupu-kupu malam. Menulikan sapa sepatutnya bergeming keentah pastian. Aku merenung hingga berpalung, Menelusuri setiap onggok kata yang terlontar. Otak kian kronis, Menyaksikan kerapuhan dibabat hingga akar, Impian karam diterjang peradaban runut revolusi. Isaplah terus kesunyian dari pusatnya. Luka ini terus menggerogoti Hingga injakan bumi tenggelam tak berarti. Usang! Tanahku tandus, Tak ada lagi yang dapat ditawarkan cakrawala, Dan kini bumi membakar sebagai kesia-siaan. Kursi-kursi penguasa, Menggairahkan bak senyuman wanita, Kau menyeringai terpaksa Bertingkah polah lugu, Seakan penuh wibawa. Palsu!

Bogor Kota Hujan

Gambar
Bukan hanya satu atau dua wisatawan saja yang mengunjunginya, Bogor yang termasyhur ini telah dikenal dunia dari berbagai pelosoknya. Setiap hal yang ada di dalamnya, menjadikan hal menarik yang dicari oleh banyak orang. Oke, akan saya perkenalkan kota kelahiran saya ini. Sebagai kota yang banyak dikunjungi wisatawan, bogor tak ubahnya mengalami hal yang mengenaskan. Tatkala, kuda-kuda bermesin itu merayap di atas jalan yang menghujam. Salah satu kemacetan yang sungguh kian membludak, yaitu daerah dimana ia yang memiliki tempat yang sungguh asyik untuk dikunjungi. Sebut saja itu tempat yang paling menarik disana, walaupun banyak tempat lain yang dapat dijadikan tempat merefreshkan diri. Puncak Bogor adalah salah satu tempat wisata yang menjadi incaran, tempat yang strategis, sejuk, dan memiliki pemandangan yang luar biasa itu mempunyai daya tarik tersendiri, terkhusus untuk orang-orang yang memang berkelut dalam dunia yang serba panas, kanan kiri gedung yang menjulang, inilah tem...

Perempuan Lugu

Ada yang menceritakan, konon perempuan lugu itu bermolek cantik, Berbusana rapih layaknya bidadari impian syurgawi. Entah, siapakah ia? Aku kurang faham tentangnya. Ada yang menceritakan, konon ia berasal dari sebuah gubuk kecil di ujung tepi kota hujan. Berbahasa halus yang kian meluruhkan hati setiap insan yang menemuinya. Siapakah ia? Pertanyaanku pun belum terjawab. Ada yang menceritakan, konon perempuan lugu itu dari jajaran bangsawan, Namun, entah mengapa kabar burung itu hanya lewat simpang siur tak karuan. Siapakah ia? Mungkin ia yang kini berada dalam tawa, Menoreh tinta merah Atau ia yang berada di hadapan alat canggih yang menyongsong peradaban ini. Siapakah ia? Dia adalah jelmaan AKU!

Sajak Untuk Mahasiswa

Yogyakarta, 07 Maret 2017 Romantisme sejarah mencatat, Konon, mereka menjelma sivitas akademika Yang merepresentasikan kelompok intelektual Berbagai petuah aktualisasi dipersembahkan melalui sebuah gerakan. Namun, itu dulu bukan? Saat dimana mereka bertahta sebagai pembaharu, investasi masa depan Pemikir yang logis dan kritis. Banyak diantaranya yang mati termakan waktu Terboyong ombak hingga ke pesisir Tertidur, Tanpa merindukan derap langkah di jalan yang menghujami. Dari realita yang tergambar penuh derita. Dari kenyataan yang seharusnya mereka ubah dengan usaha. Namun nyatanya, Ia terkikis dengan abjad-abjad kegelapan, Yang memanggil dan mengutuki sampai habis suara. Lupakan itu romantisme masa lalu! Cerita heroik waktu dulu kian menjadi abu. Tidurlah! Terlelaplah! Berselimutlah! Dan saat kau terbangun nanti, Hiruk pikuk akan menyelubungi.

PAO

Oleh: Anna Zakiah Derajat Yogyakarta, 05 Maret 2017. Pao, Ini kali terakhir aku memintanya. Melambungkan diri dalam khayal yang berduri, Menimbun luka di atas tanah merah yang sudah kugali. Sebut saja Pao, Aku adalah jelemaan manusia Yang kian merakit liku dalam sandiwara. Menjamah kebisingan Kala, orang peradaban itu menyudutkanku pada titik hitam gulita. Akulah Pao, Wanita pendobrak hingar binger dengusan kepedihan. Yang merakit kata menjadi kapal penghubung manusia, Dengan menyisipkan sisa semangat dalam luka.

Jejak Langkah

Oleh: Anna Zakiah Derajat Yogyakarta. 04 Maret 2017. Langkah kaki layaknya sebuah labirin, Berliku dan terjal untuk dijejaki Aku berjalan tanpa alas Menuju titik yang digaris bawahi. Hidup di rantau bukanlah senang dalam berjuang, Berfoya dengan lagak molek di atas karpet merah. Menjelajahi tiap lembar sudut mewah, Tanpa kenal lelah. Aku bergerilya di negeri orang. Dengan nyanyian perut kosong yang dibawa untuk berperang. Kala kesunyian menikam hitam bola mata. Aku menjelma angin untuk menyusuri jejak langkah yang belum pasti. Berjalan berteman bayangan ragawi, Aku bukanlah singa di padang rumput Yang mengaum kelaparan. Bukan pula elang di angkasa Yang gagah membumbung tinggi Tetapi aku, Aku, Akulah yang menapakkan kaki di luasnya jengkalan samudera Ilahi.

Barangkali Aku Bermimpi

Oleh: Anna Zakiah Derajat Yogyakarta, 05 Maret 2017. Barangkali, aku bermimpi. Membangun istana awan untuk kusinggahi Menebarkan bebuih kasih untuk kumiliki. Barangkali, aku bermimpi. Kala manusia tertidur lelap Dan aku berkutik dengan tinta merahku sendiri. Barangkali, aku bermimpi. Melambung tinggi, Hilang, Namun untuk kembali.

DENGARLAH TUAN

Oleh: Anna Zakiah Derajat Yogyakarta, 04 Maret 2017. Dengarlah Tuan, Mencintaimu tidak sesederhana yang dikira. Menjadi jelemaan yang dapat membidik segala asa. Memotret setiap sudut yang dapat dilakukan olehmu dengan lihai. Dengarlah Tuan, Barangkali aku sedang bermimpi, Bertahta atas kuasaku sendiri, Menyinggahimu pada satu titik pertautan dimana aku harus hadiri Di singgasana yang tak ditemukan.

FEMINISME

Beralaskan martabat, Aku berdiri kokoh mendeskripsikan diri. Melakar ganas warna hitam, Menyusuri lorong berliku. Labirin kini menjadi peta proyeksi Menjelma dimensi dari garis dan kurva yang bertaut. Yang melambungkan diri Hingga kaki tak menapak di bumi. Perempuan yang bertiara feminisme Gagah mengangkat martabat wanita Tak sekedar melikuk dengan gaya erotis Tetapi pentas politik pun berada dilekuk kemolekan tubuhnya. Berbicara atas nama impian, Aku membangun pertapaan lain. Meraih hingar bingar kesetaraan. Menuntun para jiwa yang kabur karena ketidak adilan. Sebuah pintu kubuka dengan darah. Impian-impian pecah digenggaman tangan. Keringat yang kusulam menjadi kertas Kala mentari tertawa sedih memandang pedih. Aku mulai menggeliat Kala engkau menjelma kuda dengan dua kaki patah. Meronta menghentikan kekerasan Membidik sekumpulan tanda dan legenda Yang tak sanggup menggantikan pengalaman. Aku perempuan bertiara feminisme Yang pandai memainkan huruf di atas mata. Menyib...

Aku Seorang Perempuan

Berbicara atas nama kesunyian, Aku menjelma pucuk-pucuk ilalang. Menjengkal setiap pori-pori tubuh Dalam jarum penglihatan. Tanganku meraba-raba ayat Asap itu tidak pernah singkat Memintal lagu sepanjang lorong Mengajakku bernyanyi tanpa irama melodi Aku seorang perempuan, Yang menebarkan bebuih geram yang berbalut cinta Air mata baru menjadi api Dalam diri Organisasi Pikiran Tindakan Tanggung jawab dan revolusi Bernyanyilah dalam getar bunga-bunga Bernyanyilah dalam selimut batu-batu Aku seorang perempuan Yang hadir kala dinding hati meronta Hari ini suara lantang itu meneguhkan gemanya “Hentikan kekerasan terhadap perempuan”! Jerit tangis bersorak Membidik setiap dengusan kepahitan Kini, hati perempuan bermetamorfosis dalam samudera cinta Aku seorang perempuan yang dijunjung tinggi oleh martabat baik alunan hati Sejarahpun mencatat Kala lelaki lenyap dalam rimba raya ideology Hadirlah aku dengan berjuta inspirasi ...